Orang - Orangan Sawah

Dulu aku mengenal orang - orangan sawah untuk menakuti burung agar tidak memakan padi. Orang - orang an sawah kali ini berbeda. Pak Suyitno adalah orang terkaya di kampungku. Sawahnya hampir seluas separuh desa ini. Mungkin karena orang kaya, pak Suyitno selalu mengganti baju orang - orangan sawah tersebut. Pak Suyitno mengganti baju orang - orangan sawah hampir sepekan sekali. Aneh nya, orang - orangan sawah milik pak Suyitno sering mengeluarkan darah dan menebar aroma busuk dan bau amis.
      Sudah lama aku tak berkeliling di desa ini. Desa kelahiran ku. Semilir angin sepoy - sepoy membuai hati akan kerinduanku pada desa ini. Desa kelahiran ku, dengan hamparan sungai yang jernih dan permadani hijaunya sawah yang memanjakan mataku. 
    Aku menemui hal yang berbeda kali ini, aroma amis… yah, ketika aku memanjakan mataku di hamparan sawah ini. Aku mencium bau amis. Bau darah   
"Oh, itu pasti baunya dari orang - orangan sawah milik pak Suyitno " ujar mbah ketika ku tanya aroma bau amis itu berasal dari mana. 
Aneh, fikir ku...rasa penasaran itu terganggu. Aku mendekati orang - orangan sawah milik pak Suyitno itu dan benar saja, orang - orangan sawah milik pak Suyitno mengeluarkan darah, bahkan aku memeriksanya itu seperti mayat. 
     Rasa penasaran itu semakin menjadi. Tiba menjelang isya aku ngobrol dengan abah dan umi. 
"... Akhir - akhir ini memang banyak orang hilang… " ujar umi sambil menyodorkan kopi pada abah. 
" pak Suyitno rumahnya di mana mi? " tanyaku menelisik penasaran ingin tahu. 
" di ujung jalan yang masuk ke perkampungan ini. Yang paling besar" ujar umi panjang lebar. 
      Malam pun kian larut, aku segera pamit tidur ke abah dan umi. Aku merebahkan punggungku di kasur, tapi entah kenapa mata ini sulit dipejamkan. Aku masih kebayang orang - orangan sawah sawah yang bau amis tadi. Kenapa yah bisa mengeluarkan darah? 
        Rasa penasaran itu semakin menjadi. Menjelang pagi tiba, aku segera mengambil sepeda gunungku. 
"mau ke mana km le? ". Tanya umi. 
" olahraga pagi mi" jawabku santai sambil pamit lalu ku kayuh sepeda ku. Tiba di ujung jalan, aku melihat rumah yang sangat besar, mungkin ini rumah pak Suyitno yang diceritakan itu. Rumah itu tampak sepi. Aku melihat ada 2 orang sedang bercakap - cakap depan warung depan rumah pak Suyitno. Entahlah, karena rasa penasaran ini membuatku jadi ingin tahu banyak akan pak Suyitno. Aku mendekati kedua orang itu. 
" permisi, numpang tanya " sapaku 
" dalem, ada yang bisa dibantu? ", jawab salah seorang di antara mereka. 
" saya ingin tahu rumah pak Suyitno, di sebelah mana yah? ", tanyaku. 
" oalah,,, ada apa yah? Tanyanya. Aku bingung harus jawab apa, aku memutar otakku dan berpura - pura sebagai mahasiswa yang akan melakukan KkN
" saya denger pak Suyitno adalah petani yang sukses, saya hanya ingin interview aja". Ujarku berbohong, entah dari mana ide itu muncul. 
"ooh, ade ini mahasiswa toh? Itu yang besar itu rumahnya ". Ujar nya sambil menunjuk ke arah rumah besar di seberang jalan."  tapi hati - hati de, setiap ada yang bermasalah dengan pak Suyitno suka tidak jelas ujungnya. Hati - hati aja". Sambungnya lagi. 
"tidak jelas gimana? ", tanyaku. 
"..  Banyak orang sekitar sini yang hilang karena bermasalah dengan beliau". Jawabnya. 
"paakkk…. Pak… cepet pulang mau hujan ", teriak seseorang ibu memanggil bapak yang sedang ngobrol denganku. Bapak tersebut pamit, kemudian berlalu pergi menemui ibu yang memanggilnya. Aku putuskan akan ke rumah pak Suyitno sendiri. Aku menyebrangi jalan dan brakk!!! Aku terjatuh dari sepeda, sebuah mobil menyenggol sepeda ku. Aku merasakan dunia gelap dan aku tidak ingat apa - apa lagi. 
    Adzan magribh sayup - sayup terdengar. Dimana aku? Kepalaku sangat pusing, aku melihat sekitar ku tampak asing. Aku menguatkan diri untuk bangun. Aku melihat sekitarku memang asing. Aku berada di rumah yang sangat mewah, Walaupun ada sentuhan kuno mirip bangunan zaman dulu. Aku Langkahkan kakiku menuju kamar mandi berniat mengambil wudhlu.
" oalah, udah bangun tho le",  ujar seorang ibu entah dari mana datang nya. Aku tersenyum pada ibu tersebut, 
"Aku  dimana bu? ", tanyaku gugup.
" Kamu di rumah ibu, nak. Saya istri pak Suyitno, tadi saya dapetin sampean pingsan. Sampean tadi dikerumuni warga karena sepeda sampean ditabrak mobil. Yo wis saya bawa kesini" ujar ibu itu. 
" te-terima kasih bu, saya memang berniat wawancara pak Suyitno guna kepentingan tugas kuliah saya, tapi saat akan menyebrangi jalan, mobil mencium sepeda saya. Saya nda inget apa - apa lagi" ujarku. 
" nda apa - apa, istirahat aja dulu di sini. Kalo mau ngobrol dengan bapak, bapak lagi di teras luar.  Sahutnya ramah.. 
" saya shalat magribh dulu bu, oia kamar mandi nya sebelah mana? "tanyaku 
" itu di belakang… " ujar ibu sambil menunjuk ke arah dapur.  Pandanganku mengikuti arah telunjuk ibu. Aku Langkahkan kakiku menuju arah dapur itu. Suasana mistis menyelimuti rumah ini. Ruang tengah yang menghubungkan ke dapur dihiasi oleh kepala hewan buruan yang telah di kering kan. Bahkan di pintu dapur, ada macan yang telah di kering kan lengkap dengan pawangnya. Sepintas seperti macan asli yang siap menerkam diriku. Ruangan dapur yang sangat luas dengan sentuhan zaman belanda menambah suasana mistis dapur ini. Aku segera Langkahkan kakiku menuju kamar mandi untuk segera mengambil air wudhlu. 
       Setelah selesai shalat magribh, aku segera menemui pak Suyitno di teras rumah. 
" asalamualaikum… " sapaku. Pak Suyitno sedang menikmati rokok dan kopinya. Aku duduk bersama begitu pak Suyitno mempersilahkan. 
" udaranya asri yah pak! ", ujarku membuka Percakapan. Pak Suyitno hanya mengangguk tanpa menoleh sedikitpun ke arahku. 
" sudah berapa lama tinggal di kampung ini pak? Tanyaku. 
" 3  tahun " jawabnya singkat. Aku merasa canggung dengan ekspresi pak Suyitno yang dingin. Aku sudahi wawancara itu, setelah dirasa informasi cukup. 
" njih pak, aku pamit dulu. Mau shalat isya dulu " ujarku sambil menyudahi perbincangan dengan pak Suyitno. Aku langkahkan kakiku menuju ke kamar. 
" tolong… tolong… tolong " teriak suara lelaki entah dari mana asalnya. Aku hentikan Langkahku dan mencari arah suara tersebut. 
" kenapa le? "Tanya ibu yang tiba -" tiba sudah berdiri di depanku. 
" enda bu,  tadi ada yang teriak minta tolong " jawabku. 
" ah, kamu berhalusinasi kali. Di sini nda ada apa - apa kok"
"tapi tadi jelas ada yang minta tolong bu" ujarku meyakinkan." yo wis aku pamit dulu yah bu, mau shalat isya dulu " sambungku lagi. Aku memasuki dapur, ketika sedang membasuh wajah dengan air wudhlu suara minta tolong itu terdengar lagi, kali ini sangat jelas. Kali ini aku hiraukan, aku segera menuju ke kamar untuk shalat isya. 
    Aku rebahkan diri di atas kasur.  Aku pandangi langit - langit kamarku handphoneku tiba - tiba berbunyi. Dari umi rupanya. 15 menit berlalu, percakapan aku dan umi.  Umi sangat mengkhawatirkanku. Mata ini sangat berat, akhirnya aku tertidur. 
" tolong… tolong… tolong ", suara lelaki entah dari mana asalnya kembali membangunkanku. Aku bangun dari tempat tidurku dan mencari arah suara itu. Aku langkahkan kakiku menuju ke luar kamar. Suara itu semakin jelas dari arah dapur. Aku langkahkan kakiku menuju dapur, tapi lagi - lagi ibu sudah berada didepanku. 
" Ada apa tho, le?  Tanyanya
"Aku mendengar suara yang minta tolong bu",  jawabku. 
 "Ahhhh nda ada - apa. Udah kamu tidur lagi aja, kamu butuh istirahat" ujar ibu. 
" baiklah " aku pamit dan segera menuju ke kamar. Mungkin benar aku berhalusinasi. Kepadaku pusing, karena mataku terasa sangat berat. Aku mengantuk. 
    Tepat tengah malam aku terbangun lagi, kali ini aku mendengar suara dentingan piano. Aku segera keluar kamar mencari arah suara tersebut, siapa yang memainkan piano tengah malam ini? Gumam ku. Aku mencari arah suara itu, rupanya pianonya berada dekat ruang tamu. Tapi siapa yang sedang memainkannya? Sesosok gadis berambut pirang tengah asyik memainkan piano itu. Penasaran, aku mendekati nya. Gadis cantik itu tersenyum ke arahku. 
" Kamu siapa? "tanyaku penasaran. Gadis cantik seperti noni belanda itu hanya menggerakan jemarinya. Seolah-olah menyuruhku untuk mengikuti nya. Dia berlari kecil menuju dapur aku mengikutinya dari belakang. 
     Tibalah aku di sebuah gudang dekat dapur. Aku melihat sekelilingku suasana sungguh mencekam. Aku mendapati orang - orangan sawah milik pak Suyitno. Beberapa hewan buruan yang telah di kering kan. 
"tolong… tolong… tolong ". Suara itu terdengar lagi. 
" Astaghfirullah… pakde..  ". Aku terkejut melihat lelaki itu bersimbah darah. Aku mendekatinya, rupanya dia adalah pakde Har, tetanggaku. Aku membantu membangun kan nya, karena tanganya diikat, aku melepas nya. 
" pakde kenapa bisa ada di sini? ". Tanyaku. 
"... Cerita nya panjang, pakde nda bisa cerita sekarang", ujarnya sambil menahan kesakitan. Aku melihat air keras dan clurit dekat pakde diikat. Mungkinkah pakde akan dijadikan orang - orangan sawah?
      Sayup - Sayup suara adzan shubuh membangun kanku. Aku terkejut, ketika aku dapati diriku tertidur di atas nisan bertuliskan 'Marry Blande" telah wafat pada tahun1900. Apakah ini gadis yang ku temui tadi malam? Ku ucapkan istighfar berkali - kali, aku segera berlari menuju kamar mandi untuk mengambil wudhlu untuk shalat shubuh. 
     Alhamdulillah, shalat shubuh sudah ditunaikan. Aku masih berfikir tentang kejadian semalam. Misteri ini makin membuatku penasaran. 
"argggghhhh… "brak!!! Brak!!! Aku mendengar suara ribut di luar. Aku segera keluar kamar dan menuju dapur tepat arah suara tersebut. Aku dapati pak Suyitno sedang mengamuk, matanya Melotot. Bu Suyitno menangis di ujung ruangan.  
" Kamu!!! Kamu!!! "teriak pak Suyitno ke arahku. Aku kebingungan dengan sikap pak Suyitno kepadaku. 
" permisi...permisi.,.",sapa seseorang dari luar pintu. Pak Suyitno segera meninggalkan dapur menuju ruang tamu. Aku segera memapah bu Suyitno yang masih sesenggukan menangis di ujung ruangan dapur ini. 
" ibu duduk dulu di sini yah, aku buatkan teh manis dulu "ujarku sambil mendudukan ibu di kursi makan. Aku segera berlalu mengambil gelas dan membuatkan teh manis untuk bu Suyitno. 
" ini bu teh manis nya, Walaupun buatan anak lelaki tapi rasanya tidak kalah dengan anak perempuan "ujarku sambil menyajikan teh manis di atas meja makan. 
" terima kasih le… "ujar ibu Suyitno sambil sesekali menyeruput teh manis buatan ku. 
"... Yah begitulah le, bapak jadi pemuja setan. Bapak sering menumbalkan nyawa orang - orang yang bermasalah dengan bapak…" ujar bu Suyitno. Aku terbelalak kaget. 
" trus makam orang Belanda di belakang rumah ini, makam siapa? "tanyaku penuh semangat. 
" Oh itu, makam Marry  Blande, anak pemilik rumah ini. Rumah ini dulunya milik orang Belanda. Pak Suyitno jadi tukang kebun sekaligus orang kepercayaannya." tuturnya sambil menyeruput teh manis. 
" Bagaimana ceritanya bisa tinggal di sini, bu? "tanyaku kemudian. 
" entahlah le, sejak bapak jadi pengabdi setan. Bapak senang menyendiri dan kebetulan rumah ini sepi. Orang Belanda itu telah membuat surat wasiat dan mewariskan rumah ini pada bapak " ujar bu  Suyitno. Aku manggut - manggut tanda mengerti. 
" oalah lupa, ada tamu belum dikasih minum. " seru bu  Suyitno 
" sama aku aja bu, mata ibu masih sembab . Malu", ujarku sambil menyiapkan gelas. Aku melangkah ke ruang tamu untuk menyajikan teh manis. Oh rupanya kedatangan 2 orang tamu. Aku berbincang sebentar dengan para tamu tersebut, rupanya mereka polisi yang akan menangkap pak Suyitno  pak Suyitno dituduh melakukan penganiayaan pada pakde Har dan pembunuhan beberapa orang kampung ini yang hilang. ** tamat ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nek! Kalau Nanti Aku Sembuh, Aku Berangkatkan Nenek Naik Haji

Panggil aku dinar 2

Dibalik Nama Dinar