• Aku Dibenci Karena Cantik


"Eh...eh ada Kirana datang, bubar yu! "teriak seorang anak siswa SMA pada temen - temen perempuan nya yang sedang bergerombol. Mereka pun bubar ketika aku datang. Di pojokan yang lain terdapat sekelompok anak lelaki mereka tersenyum ramah kepadaku ketika aku datang. Sebuah pemandangan yang ironi di setiap pagi.
     Aku merasa tidak cantik,, tapi entah kenapa aku begitu dibenci oleh teman - teman ku, khususnya perempuan. Anehnya banyak pria yang menyukai diriku.
       Suatu hari badan ku panas. Aku tidak masuk sekolah. Aku pingsan di rumah saat akan berangkat sekolah. Ibuku khawatir,  beliau tergopoh - gopoh menggotongku dan meminta bantuan tetangga.
     "kanker otak dok?!". Aku terkejut mendengar penjelasan dokter. Aku menangis. Yah, benjolan sebesar kepalan tangan itu bersarang di kepadaku. Lidah ku tiba - tiba kelu. Aku tidak bisa bicara. Miris memang.
       Esok hari nya aku pulang dari rumah sakit. Aku sekolah seperti biasa, namun ada yang berbeda dari fisik ku. Aku tidak bisa bicara normal lagi dan jalan ku juga lumpuh. Aku menggunakan tongkat setiap akan berjalan. Yaa Rabb Bagaimana nasibku ke depan nya?
        "eh itu kan si Kirana" bisik Evi pada Mia temen sekolah ku.
        "iya kasihan yah, dia jadi cacat sekarang" jawab Mia.
         "alahhhhh orang kaya gitu ga perlu dikasihani, dia kan sombong. Sok cantik" timpal Evi. Yaa Rabb, sehina itukah aku di mata teman - teman ku? Mengapa mereka begitu membenciku? Aku menangis mendengar bisikan mereka.
     Aku terus berjalan menyusuri lorong sekolah dengan tertatih - tatih menuju ke kelasku. Sesampainya di mejaku segera ku menangis memeluk erat tas kainku "yaa rabb aku tidak kuat dengan ujian ini. Aku cacat sekarang" isakku.
         "Kirana sarapan dulu". Seseorang menyodorkam bekal sarapan nya berisi roti tawar dengan selai strawberry dan segelas susu. Aku mengangkat wajahku segera ku hapus air mataku. Ahh rupanya Edwin, dia " Terima kasih...". Ucapku sambil tersenyum dan mengambil bekal sarapan yang di sodorkan Edwin.
"Kamu laper atau sedih? ". Canda Edwin. Aku tersenyum sambil mengelap sisa air mata yang jatuh di pipi ku.

          Selang beberapa lama, temen perempuan ku memasuki ruangan kelas." Oh rupanya lagi sarapan nona cantik ". Ujar Evi ketus.
" kenapa Kamu begitu membenciku? Jika aku salah aku minta maaf".
"Halah sekarang aja minta maaf, kemarin kemana aja!! "teriak Evi.
" Aku ga tau salah ku apa? ".
" Kamu ga tau salah km apa? Hah?! ". Teriak Evi lagi.
" liat fisik Kamu sekarang?! Fisik Kamu tuh akibat kesalahan masa lalu kamu, Kamu tuh terlalu sombong!!! Sok kecakepanl". Sambung Evi.. Aku berlinang air mata "A..apa segitu besar nya salah ku padaamu?". Tanya ku sambil berlinang air mata.
" Besar ...besar sekali! ". Teriak Evi lagi. Aku tidak tahu kenapa Evi begitu membenciku. Hingga bel pelajaran dimulai, semua siswa kembali ke meja nya masing - masing. Termasuk Evi sambil sesekali dia melirik ku sinis. Evi duduk paling depan di barisan bangku ku. Sementara aku duduk di meja ketiga. Aku duduk bersama Mia, sahabat Evi. Entah kenapa Mia pun membatasi meja kami dengan tas nya dan tumpukan buku. Mungkin maksudnya menghargai Evi bahwa Mia pun membenciku atau dia merasa malu berteman dengan ku dengan kondisi ku yang cacat. Ah, entah lah

      Ternyata benar Mia membenciku terbukti saat aku menyenggol tangan nya, dia buru - buru mengambil hand sanitizer dan mengusap tangan nya seolah-olah aku benda najis.
"Kirana Kamu pulang naik apa dan dengan siapa? ". Tanya Edwin tiba - tiba.
" naik angkot aja, sendiri aja seperti biasa "jawabku santai
" Aku anterin yah?! "
" Ahhhh repotin, kamu bikin seneng orang aja". Godaku
"Gapapa daripada Kamu pulang sendiri dengan kondisi kaya gitu "l
Aku menundukan kepala, sedih yaa Allah kenapa aku harus menderita seperti ini? Di sisi lain aku seneng Edwin baik dan perhatian padaku, tapi di sisi lain aku sedih, aku cacat sekarang, aku hanya menjadi benalu untuk orang - orang sekitarku.
       Teeettt... Teettt. Bel tanda istirahat berbunyi, semua siswa berhamburan keluar kelas, tanpa kecuali Evi dan Mia. Evi memberikan kode kepada Mia supaya segera keluar kelas. Mereka berdua sepertinya menuju ke kantin.
"Kamu ga ke kantin, Kiran? "Tanya Edwin
" Ah... Eh aku masih kenyang "ujar ku berbohong. Padahal aku tidak mempunyai uang. Hari ini ibu tidak memberikan uang bekal sekolah untukku. Aku memakluminya,, sejak ayah meninggal, ibu tidak memiliki penghasilan lagi. Beliau hanya buka warung kecil - kecilan untuk makan kami. Beberapa hari ini warung ibu sepi. Oia kembali lagi ke Edwin, dia keluar kelas mungkin menuju ke kantin, fikir ku. Tak berapa lama Edwin kembali menuju bangkuku sambil membawa sepiring siomay dan segelas teh manis, seolah-olah Edwin tahu kalau aku sedang berbohong. Aku melahap makanan pemberian Edwin.
          Teettt... Teettt bel istirahat usai pun berbunyi. Semua siswa kembali memasuki ruangan kelas dan menempati bangkunya masing - masing, tanpa kecuali Evi dan Mia. Mereka begitu asyiknya mengobrol dan bercanda, tetapi ekspresi keduanya berubah sinis begitu melihatku.
             Hari ini mata pelajaran yang aku sukai,matematika! Ya, aku begitu menyukainya. Pak Herry, guru matematikaku. Beliau sangat humoris, tidak seperti guru matematika lain kebanyakan, Killer! Pak Herry mampu membuat matematika yang terasa sulit menjadi sangat menyenangkan. Seisi ruangan kelas menjadi penuh canda dan tawa karena candaan Beliau. Plak Herry sering memberikan coklat untuk siswa yang bisa menjawab pertanyaan. Plak Herry pun sering menjadi konsultan percintaan para siswa yang sedang putus cinta,sampai pak Herry pun membuat instagram dengan follower sampai 10 k lebih. Apalagi kalo bukan isinya tentang remaja yang dilanda galau atau putus cinta.,wajarlah pak Herry memilik followers sebanyak itu. Pak Herry memiliki wajah yang cukup tampan. Pak Herry sering upload video pendek berisi konten nasihat tentang percintaan yang disukai para remaja. Hari ini aku mendapat 2 batang coklat kacang mede kesukaanku,karena berhasil menjawab pertanyaan.
       Dua jam berlalu, bel tanda pulang pun berbunyi, waktunya pulang! Anak - anak riuh dan sibuk mengemasi buku - buku mereka. Begitu juga aku, aku tertatih berjalan dengan kedua tongkat di tanganku. Cukup kesulitan memang, tiba - tiba dari belakang Edwin memapahku. Aku dibimbing dan dituntun menuju ke parkiran. Aku memasuki mobil Edwin,sepintas aku melihat Evi menatapku sinis dan penuh kebencian.
'         Edwin memasuki mobil dan menyalakan mesinya. Tidak lupa soundtrack lagu Home-Michale Bubble 'mengiringi perjalanan pulang kami membuatku semakin rindu rumah, rindu masakan ibu. Halah lebay nya aku ini., padahal tiap hari bertemu ibu. Entah kenapa hari ini aku merasa kangen ibu. Kangen sekali...
"Seperti nya Evi begitu membenciku... "ujar ku sambil menangis
Udah jangan terlalu ditanggapi
" Aku sedih Win, di sekolah tidak ada yang mau temenan denganku.
"Tenang, kan ada aku".
Ah Edwin selalu berusaha menghiburku.
"Aku cacat dan pake tongkat sekarang "tanpa sadar air mataku perlahan meleleh.
" Kamu cantik Kiran, Walaupun kondisi mu seperti ini. Kamu tetap cantik dan aku akan selalu menjadi teman terbaik mu".
          Aku sampai depan rumahku. Aku aneh, kenapa banyak orang di rumahku?
"Ibu... Ibu.. "aku teriak teriak memanggil ibu. Bulek Par memeluku dari belakang" yang sabar yo Cah Ayu, ibumu tadi jatuh di kamar mandi, kemudian... Kemudian.. "ujar Bulek Par. Bulek par adalah tetangga dekat rumah kami, dia seperti keluarga bagi kami" TIDAK!!! ". Aku masih tidak percaya. Aku menjerit sekuat tenaga, ku temui ibu yang terbujur kaku di ruangan tengah.             

          Ibu sedang tertidur, dia nampak pulas, wajahnya tersenyum, tenang, penuh kedamaian. Ibu tidur untuk selamanya,.
Aku menangis sesenggukan "selamat jalan ibu...".. Aku menatap wajah ibu. Begitu tenang.

" Kirana... Kirana... Sini!!! ". Bulek Par memanggilku dari balik gordyn dapur dengan suara yang aga ditekan. Aku menghampirinya.

" gini lhooo Kirana... Biaya pemakaman itu 8 juta ". Ujar Bulek par setelah melihatku duduk di meja makan.

" 8 juta?? ". Yaa Rabb Bagaimana aku harus mendapat kan uang sebanyak itu. Aku terkejut.
" kalo nda ada yaa 500.000 aja,, buat yang nguburin "sambung Bulek Par lagi.

" sebentar aku cari pinjaman dulu ke saudara ". Jawabku. Aku mengambil hand phone di tas ku. Aku hubungi beberapa saudaraku. Mereka terkejut dengan kabar duka ku. Edwin terus menemaniku. Dia memberikanku makanan..

" Aku pulang dulu yah Kirana "ujar Edwin tiba - tiba" Kalau ada apa - apa hubungi aku yah ". Sambungnya lagi.
Aku mengangguk, ingin ku menahannya dan mengatakan jangan pergi, temani aku di sini.

" Kirana ini udah sore, jenazah ibu harus segera di makamkan "ujar Bulek Par
" Aku ga punya uang Bulek sebesar 500.000, eh tapi sebentar... ". Aku mengeluarkan cincin dari jemari manis ku.

" ini... "aku menyodorkam cincin itu ke Bulek Par" mungkin ini cukup untuk membiayai pemakaman ibu.".

Bulek Par menerima cincin tersebut

"gini aja... Bulek terima cincin ini, untuk biaya pemakaman pake uang Bulek dulu, nanti gantinya Bulek jual cincin ini". Aku mengangguk menyetujuinya.

Selang beberapa lama jenazah ibu di angkat menuju ke pemakaman. Aku terus menangis. Untuk terakhir kali nya aku melihat sosok ibu memasuki liang lahat. Aku merasakan dunia serasa gelap. Aku pingsan.

Sementara itu di rumah Edwin

"ma,  kirana yatim piatu sekarang. Aku ingin menolong nya. Aku ingin menikahinya... "ujar Edwin.
" apa??? Menikah??? Edwin kamu itu masih kecil nak.. Masih sekolah. Ilmu Kamu ga akan cukup untuk menikah. Lagi pula mau di kasih makan apa anak dan istri mu nanti? "jawab mama Edwin, sepertinya tidak menyetujuinya.

" Edwin hanya ingin menolong Kirana, dia sendiri sekarang "
Edwin,,, menolong itu tidak harus menikahinya. Kamu bisa carikan pembantu untuk dia".

"Edwin ingin menafkahi nya ma, itu lebih halal jika dia berstatus istri "

" mama tidak setuju Edwin, kamu masih sekolah! "

Edwin tertunduk lesu. Keingininya untuk menolong Kirana, pupus sudah.
" Aku menikahinya hanya ingin menolong nya. Aku tak mau terbuai dalam dosa, ah andai saja mama mengerti! ". Ujar Edwin dalam hati.
Sementara itu,

Aku siuman, ku dapati om dan tante sedang membalurkan kayu putih ke tubuhku. Aku menangis lagi melihat om dan tante. Keempat adik ibu sudah berkumpul. Ibu adalah anak pertama dari 5 bersaudara.
" yang sabar yah Kiran! "satu per satu om dan tante menciumiku.
"
"Aku sebatang kara om, " ujarku sambil menangis. Om tidak mengerti apa yang aku bicarakan. Kanker otak ini telah membuatku bicara tidak jelas. Om menangis dan memelukku. Aku teringat akan ibu. Masa - masa indah bersama ibu. Aku tertawa... Kemudian melihat ibu di pemakaman tadi. Aku menangis. Tertawa dan menangis, membuat om dan tante saling berpandangan.
"aneh yaaa.. Kirana kenapa yah?! Apa jiwanya terganggu ? "gumam om Budi, adik ibu yang nomor 3.

" sepertinya kita harus bawa Kirana ke Psikiater". Sahut tante Tyar.
"Maksudnya ke rumah sakit jiwa? "Tanya om Galuh, adik ibu yang pertama.
" Aku tidak gila!!! ". Teriakku.
                       ***
Akhirnya om dan tante pulang setelah diskusi biaya pemakaman dengan Bulek Par.

     Hari ini aku tidak masuk sekolah karena mendapat kompensasi izin orang tua meninggal.
      Aku masih terus mengingat akan ibu, ibu yang selalu menemani ku. Aku tertawa dan tersenyum bila mengingatnya. Hal tersebut membuat keanehan pada yang melihat nya, termasuk Bulek Par. Bulek Par terlihat mengambil hand phone nya, sepertinya dia akan menelepon seseorang.
"Halo!! "
" Tyar, cepat kemari! Ini Kirana ketawa - ketawa terus. Aku takut! "ujar Bulek Par pada seseorang di sambungan teleponnya. Tampaknya Bulek Par menelepon tante Tyar.
 Aku melihat sosok ibu lagi. Di halaman, di ruang tamu, di balik jendela. Ibu dimana - mana. Oh, aku pusing... Ku lihat dunia gelap dan aku pun jatuh tersungkur.

     "Kirana...kirana bangun sayang" tampak ada seseorang membangunkanku. Aku tidak mengenalinya. Ku lihat seseorang itu memakai seragam putih,seperti suster.
    " dimana ini?" Tanya ku linglung

" Kamu di rumah sakit, sayang!, "jawab suster. Aku lihat sekelilingku memang suasana rumah sakit. Aku melihat 3 dipan di ruangan ini. Di dipan yang ujung, aku melihat seorang pasien dengan kondisi tangan terikat. Seorang wanita dengan rambut acak - acakan. Aku melihat dia sepertinya seumuran dengan ku. Ya Allah, yaa rabb. Aku berada di rumah sakit jiwa! Aku mencari handphoneku, aku bermaksud menghubungi Edwin. Aku melihat notifikasi di wa. Edwin mengirimkan video. Aku memutar video tersebut, di video itu ada keempat adik ibu sedang tertawa terbahak di halaman rumah ku. Rupanya Edwin menyelinap dan mengambil video tersebut.
" Kamu hebat Galuh "ujar om Budi.
" iya dong, pasti nya... Rencana kita berhasil. Setelah mba Wening meninggal dunia, Kirana masuk rumah sakit jiwa. Kita akan jual rumah ini dan hasil nya kita bagi 4. Gimana? Setuju? Deal? ", ujar om Galuh pada adik ibu yang lain sambil tertawa. Mereka hanya mengangguk. Tanda setuju.
    Aku ternganga melihat video itu. Ku tutup mulutku, setengah tidak percaya dengan pesan yang ku terima. Tega! Satu kata untuk mereka. Aku tidak menyangka akan semua ini. Ku balas pesan Edwin
[ makasih ya video nya. Kamu bisa temanin aku ga? Aku ketakutan]
[Aku akan segera datang]  balas Edwin.
Aku ketakutan, suasana rumah sakit yang mencekam.
"haus...haus... Tolong... Tolong" wanita di ujung dipan itu teriak - teriak memanggil. Aku mendekatinya, ku sodorkan gelas berisi air mineral. Wanita itu meraihnya dengan setengah merebutnya, rupanya dia memang kehausan.
      Aku mencoba mengenenalkan diri. Aku ulurkan tanganku.
 "Kirana..." wanita itu hanya memandangiku, tak berapa lama dia membalas uluran tanganku.
" Aku.. Intan" jawabnya "makasih ya mau berteman dengan ku, kamu jangan takut. Aku tidak gila". Sambungnya.
"kenapa Kamu berada di sini? "
" Aku dipaksa ayahku menjadi seorang pelacur. Aku tidak mau. Aku pura - pura gila "
" ohhh... "akhirnya aku mengerti, betapa kejamnya dunia ini. Banyak yang menderita sepertiku. Seandainya bisa protes, ingin ku protes pada Tuhan.
     Edwin datang, di tangan nya terlihat dia membawa makanan, hmm pengertian sekali, memang aku lagi lapar.
"  Ayo Kiran makan dulu" ujar Edwin sambil membuka kotak pizza
"pass sekali, kebetulan aku lagi laper "jawabku sambil mencomot pizza di tangan Edwin.

" Kamu laper atau doyan "goda Edwin sambil mencubit hidungku.

" aw, sakit tauuuuu ", aku memanyunkan bibirku. Aku lirik intan, aku ambil sepotong pizza itu dan memberikannya. Intan tampak kegirangan , dia langsung melahapnya.
Keesokan harinya, Edwin membuka surat kabar harian Ibu Kota. Tertulis jelas sebuah judul" Dua Gadis Dengan Gangguan Jiwa Ditemukan meninggal ". Edwin membaca berita tersebut, ternyata itu adalah Kirana dan Intan. Mereka meninggal dengan mulut berbusa, akibat keracunan sianida. Edwin tersenyum simpul sambil menutup surat kabar tersebut. Edwin tampak bahagia, dalam hati dia bergumam," akhirnya aku mengakhiri penderianmu, Kirana ", Senyum Edwin.*tamat*
             

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nek! Kalau Nanti Aku Sembuh, Aku Berangkatkan Nenek Naik Haji

Panggil aku dinar 2

Dibalik Nama Dinar